Rabu, 17 Oktober 2012

KONSEP PENANGANAN KEMISKINAN



JUDUL
PENANGANAN KEMISKINAN YANG SISTIMATIS, TERPADU DAN TERUKUR MENUJU MADIUN SEJAHTERA TAHUN 2013


BAB I

PENDAHULUAN

Program Pemerintah dalam menangani kemiskinan dewasa ini sangat banyak menemui kendala. Disadari atau tidak kendala-kendala tersebut belum banyak yang ditangani dengan baik. Hal ini menjadikan penanganan kemiskinan terhambat dan tidak sesuai dengan harapan. Kendala dan hambatan tersebut antara lain adalah data yang kurang update, tidak adanya keterpaduan, dan lemahnya sosialisasi kepada masyarakat sehingga muncul persepsi bahwa kemiskinan adalah jatah.
Dalam hal ini penulis mencoba menganalisa hambatan tersebut dari sisi data dan kurangnya keterpaduan dalam penanganannya. Dengan kita mencoba memahami data merupakan langkah awal yang mendasar untuk menentukan kbijakan eksekusi sekaligus mempermudah memadukan penanganan kemiskinan lintas sektor.
Untuk memahami lebih jauh tentang kemiskinan mau tidak mau kita harus melihat 14 indikator kemiskinan yang sudah ditekentukan pemerintah lewat BPS Pusat. Apabila kita cermati 14 indikator tersebut bisa kita kelompokkan menjadi 4 bagian yang merupakan kebutuh pokok manusia atau kebutuhan hakiki manusia dan 1 faktor penyebab. Pengelompokan tersebut adalah:
I.        Kebutuhan Pangan
Dengan indikator:
1.       Hanya sanggup makan dua kali sehari atau sekali sehari
2.       Hanya mengonsumsi daging, ayam dan susu sekali seminggu
II.     Kebutuhan Sandang
Dengan indikator:
1.       Hanya sanggup membeli baju sekali setahun
III.   Kebutuhan  Papan ( Kebutuhan Perumahan )
Dengan indikator:
1.       Luas lantai bangunan kurang dari 8 m persegi per orang
2.       Lantai rumah dari tanah, bambu, kayu murahan.
3.       Keluarga tidak mempunyai akses air minu dari air  kemasan/ledeng/pompa/sumur
4.       Keluarga tidak mempunyai jamban sendiri untuk buang air besar
5.       Keluarga tidak menggunakan kompor Gas/Listrik untuk memasak sehari-hari
6.       Keluarga tidak menggunakan Listrik untuk penerangan keluarga
IV.  Kebutuhan Kesehatan dan Penghasilan
Dengan indikator:
1.       Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas
2.       Tidak punya tabungan atau barang dengan nilai jual dibawah Rp500 ribu seperti ternak, motor dan lain-lain
Sumber penghasilan kepala rumah tangga petani dengan luas lahan 0,5 hektar, buruh tani, nelayan, buruh bangunan dan lain-lain dengan penghasilan kurang dari Rp600 ribu per bulan.
V.     Faktor Penyebab
1.       Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah, tidak tamat SD atau hanya SD

Denngan melihat fakto-faktor penyebab kemiskinan tersebut kita akan segera sadar darimana kita tahu bahwa indikator tersebut ada dalam masyarakat kita, satu-satunya jawaban adalah data.

 BAB II
PERMASALAHAN
Seperti kita ketahui bersama data merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk langkah awal dalam menangani kemiskinan. Permasalahanya adalah data yang saat ini ada adalah data BPS yang masih dalam bentuk global. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa penanganan kemiskinan akan sulit dievaluasi bahkan dilakukan dengan data yang masih kasar. Oleh karena itu dibutuhkan data konggkrit dan lengkap terkait dengan indikator kemiskinan.
Persoalan yang muncul sekarang adalah siapa lembaga lain yang melakukan validasi data dan update data yang mempunyai legalitas yang bisa diakui.
Di kecamatan Dolopo mencoba menyelesaikan blunder yang saat ini menjadi persoalan umum. Dengan pemikiran sebagai berikut:
1. Obyek kemiskinan adalah di desa oleh karena itu desa harus terlibat langsung dalam menentukan dan mengindikasi kemiskinan dan koordinasi penanganannya.
2. Dibentuk tim penanggulangan kemiskinan tingkat desa yang merupan tindak lanjud dari dibentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan Kecamatan dan Kabupaten.
3. Dalam Tim Penanggulangan kemiskinan desa di bentuk bidang Data yang menanggani dan menyiapkan kebutuhan data. Yang tugas awalnya adalah membentuk pokjanal pendataan kemiskinan desa dengan SK Kepala Desa agar legalisasi data lebih kuat.
4. Ditunjuk petugas pengelola data desa baik dari unsur perangkat yang mampu atau karyawan desa lewat surat tugas kepala Desa yang mempunyai tugas antara lain menganalisa dan menjadi penghubung data desa dengan tingkat yang lebih tinggi misalya kecamatan.
SRTUKTUR TIM PENANGGULANGAN KEMISKINAN TINGKAT DESA

BAB III
PEMBAHASAN

Sistim penanganan kemiskinan yang sudah dikonsep tersebut tidak akan menuai hasil apabila tidak adanya peran semua pihak dalam menanganinya. Peran tersebut juga tidak efektif apabila Desa dan Kecamatan tidak menyediakan data Falit dan kongkrit berikut analisa kebutuhannya. Oleh karena ini penting kiranya mempersiapkan sumberdaya manusia yang ada di desa untuk mampu menganalisa data dan memformulasikan dalam bentuk kebutuhan sehingga akan mampu menjabarkan apa yang mendesak untuk ditangani di desa tersebut untuk menangani kemskinan.
Untuk menjawab persoalan tersebut kecamatan Dolopo melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.       Sejak tahun 2009 desa dihimbau untuk menganggarkan pos pendataan Demografi dan kemiskinan baik dari ADD maupun PADes.
2.       untuk mempersiapkan SDM desa maka Desa diwajibkan menunjuk Petugas Pengelola Data Desa dengan Surat Tugas dari Kepala Desa yang anggarannya diambilkan dari APBDes.
3.       Mewajibkan Petugas Pengelola data Desa untuk dilatih di kecamatan tiap satu minggu sekali agar petugas mampu menjadi tenaga operator desa baik dalam menangani data kependudukan dan kemiskinan maupun administrasi desa yang handal.
4.       Melaporkan hasil data dan update data kemiskinan ke kecamatan tiap tiga bulan sekali untuk mengetahui perkembangan data.
Dari kegiatan tesebut diatas tahun 2010 kecamatan Dolopo mampu menyiapakan data hasil update dan validasi data kemiskinan di 12 Desa.
Untuk mengetahui manfaat dan kegunaan dari hasil validasi data maka dibawah ini disajikan bentuk analisa data dari salah satu desa yaitu desa Lembah.
A.     Perkembangan kemiskinan Desa Lembah
Bentuk form dasar pendataan yang sudah dalam bentuk by name, by adres, by pictur. ( lebih lengkap dapat dilihat dalam CD analisa terlampir)

GRAFIK PERKEMBANGAN RTS MULAI DARI TAHUN 2008 DATA STATISTIK SAMPAI DENGAN DATA HASIL UPDATE MEI 2010 DESA LEMBAH

Dari grafik tersebut dapat dketahui bahwa kemiskinan desa lembah ada kecenderuang menurun malapun penurunannya masih disebabkan karena factor meninggal dan pergi. ( lebih lengkap dapat dilihat dalam CD analisa terlampir)


GRAFIK TAHAPAN MISKIN HASIL UPDATE DATA MEI 2010 DESA LEMBAH


Analisa perkembangannya dapat dilihat dalam grafik dibawah ini


GRAFIK PERKEMBANGAN  TAHAPPAN MISKIN DATA STATISTIK DAN DATA HASIL UPDATE DATA MEI 2010

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kwalitas kemiskinan menjadi meningkat yaitu:
ü      RTSM yang dulunya = 26 orang sekarang turun tingggal 2 orang
ü      Seiring menurunnya RTSM maka terlihat RTM nya meningkat menjadi 130 orang
ü      Sedang yang hampir miskin turun kwalitasnya menjadi tinggal 18 orang, dengan demikian bisa dijelaskan bahwa yang dulu hampir miskin sekarang jatuh ke miskin sebanyak 36 orang
ü      Sedang yang meninggal dan pergi sebanyak 10 Orang.



TABEL INDIKATOR KEMISKINAN DESA LEMBAH

DESA
INDIKATOR KEMISKINAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
LEMBAH
67
83
59
150
140
144
97
59
4
147
3
122
63
1


Dari data tersebut dapat diketahui dan dianalisa sebagai berikut:
*      Indikator 1.
Dari 150 RTS di desa Lembah masih terdapat masyarakat miskin yang bagian terluas dari lantainya masih kurang dari 8 m2, yaitu sejumlah 67 orang,  itu artinya mreka masih menghuni rumah yang belum layak secara luassan. Solusi yang disrankan adalah untuk membantu mereka apabila masih mempunyai pekarangan atau tanah untuk bisa memperluas bangunannya. Dapat juga mereka jatuh ke indikator ini karena jumlah anggota keluarganya banyak sehingga secara umum rumah menjadi sesak dan tidak layak  huni.
*      Indikator 2.
Dari 150 orang RTS yang lantai rumahnya masih dari tanah  kayu kwalitas rendah. Sebanyak  83 orang. Sehingga mereka secara umum masih kategori rumah tidak layak huni, meskipun kadarnya berbeda-bada. Untuk solusi pemecahannya adalah dengan sentuhan plesterisasi atau bantuan rehap rumah tidak layak huni
*      Indikator 3.
Dari 150 RTS masih terdapat 53 orang yang dari sisi rumahnya terutama dinnding masih dari tanah dan kayu kwalitas  rendah. Tiga indikator diatas didapati pada sebagian besar masyarakat yang kondisinya sangat miskin dan miskin
*      Indikator 4.
Adalah indikator yang mengidentifikasi bahwa RTS belum mampu makan daging, ayam, susu semingggu sekali. Dari 150 orang RTS tedapat 150 yang tidak lolos indikator ini.
*      Indikator 5
Dari indikator sandang yaitu kemampuan membeli pakaian sekali dalam setahun, dari 150 orang RTS terdapat 140 orang yang jatuh dengan indikator tersebut.
*      Indikator 6
Adalah sumber penghasilan kepala rumah tangga kurang dari Rp 600.000,- dari 150 orang RTS hanya terdapat 6 orang yang lolos indikator ini, sebagian besar yaiti 144 orang masih berpenghasilan rendah.
*      Indikator 7.
Adalah kepemilikan aset atau tabungan atau barang yang mudah dijual senilai Rp. 500.000,-. Dengan indikator ini terdapat 53 orang yang lolos, hal ini berarti RTS tersebut mempunyai aset diatas Rp. 500.000,-.
*      Indikator 8.
Adalah kemampuan mayar biaya biaya kesehatan di puskesmas apabila terdapat anggota keluarga yang sakit. Dari 150 orang RTS terdapat 59 orang yang tidak lolos. Ini juga berarti bahwa jamkesmas dan jamkesda masih belum menyentuh seluruh masyarakat miskin.
*      Indikator 9.
Adalah keluarga hasa mampu makan 2 kali sehari. Disini terlihat masih terdapat 4 orang miskin yang belum mampu. Hal ini terjadi RTS tersebut tidak memperoleh bantuan raskin.
*      Indikator 10
Adalah indikator yang menyangkut pendidikan Kepala Rumah Tangga. Disini terlihat sebagian besar keluarga masih belum mampu memenuhinya yaitu sebanyak 147 orang dari 150 orang RTS. Hal ini perlu perhatian dinas pendidikan untuk lebih mengintensifkat program kejar paket.
*      Indikator 11
Keluarga tidak memiliki akses air minum. Terdapat 3 orang yang masih kesulitan air bersih untuk memenuhi kebutuhan nya sehari-hari.
*      Indikator 12
Indikator yang menyangkut jamban keluarga. Terdapat  122 orang yang masih belum mampu memenuhi kebutuhan ini. Solusinya program jambanisasi akan sangat tepat untuk mengatasi persoalan ini.
*      Indikator 13.
Pemanfaatan kompor gas dalam kegiatan memasak sehari-hari. Masih terdapat 63 orang yang belum mampu memenuhi kebutuhan ini. Hal ini bisa diakibatkan pembagian kompor gas atau LPG yang belum merata atau sudah memperoleh akan tetapi tidak dipakai karena alasan tidak mampu membeli gasnya.
*      Indikator 14.
Keluarga belum mampu menggunakan penerangan listrik. Hanya terdapat 1 orang yang jatuh dengan indikaor ini.
Untuk mengetahui siapa saja yang jatuh dalam indikator – indikator tersebut dapat dilihat pada soft copy pada folder form Total Desa pada faile form Total Desa terlampir.


GRAFIK KEPALA RUMAH TANGGA BERSARKAN JENIS KELAMIN


Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kepala rumah tangga miskin masih didominasi kaum perempunan.
Tentunya pemberdayaan perempuat akan lebih mengena terhadap program pengentasan kemiskinan didesa lembah.

GRAFIK RTS DESA LEMBAH BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa umur kepala rumah tangga RTS desa Lembah masih didominasi orang – orang tua. Tentunya program yang cocok adalah program yang langsung menyentuh mereka seperti BLT, Raskin dan sebagainya. Walaupun demkian ada sekitar 23 orang dari 160 orang RTS yang masih usia produktif. Yang tentunya Program pemberdayaan yang sangat dibutuhkan.

GRAFIK TINGKAT PENDIDIKAN RTS DESA LEMBAH TAHUN 2010


Dari grafik tersebut dapat diketahui faktor penyebab kemiskinan antara lain rendahnya tinggkat pendidikan Kepala Rumah Tangga. Oleh karena itu pendekatan kejar paket A, B, C adalah sangat diperlukan yang tentunya leading sektor dalam hal ini adalah Dinas Pendikan.

GRAFIK HUBUNGAN DENGANKEPALA RUMAH TANGGA

Dari grafik tersebut diatas bisa di simpulkan terdapat 112 orang yang mempunyai hubungan anak denga Kepala Rumah tangga. Ini juga berarti masih terdapat Kepala Rumah tangga yang hidup sendiri.


GRAFIK TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA RUMAH TANGGA DAN ANGGOTA KELUARGANYA.

Dari  grafik tersebut bisa diketaui dari 150 orang Kepala Rumah Tangga terdapat 205 orang yang tidak tamat SD. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sebagian besar anggota keluarga dari RTS berpendidikan rendah.
GRAFIK JUMLAH ANGGOTA KELUARGA DALAM SATU RUMAH


Dari grafik tersebut dapat diketahui sebagian besar RTS bersatus sendiri atau janda /duda. Akan tetapi masih juga terdapat 19 Rumah Tangga yang didalam rumahnya dihuni lima orang. Hal ini dapat dikaitkan dengan indikator luas lantai per orang minimal 8 m2. ( lebih lengkap dapat dilihat dalam CD analisa terlampir)

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN TINDAK

Kemiskinan tidak statis akan tetapi dinamis, oleh karena itu falidasi dan updating data merupakan syarat mutlak agar penanganan kemiskinan tidak berhenti dan salah sasaran. Dengan data yang akurat dan formula data yang terus menerus bisa diupdate maka kemiskinan bisa dipantau tidak saja pada skala analisa data akan tetapi sampai dengan data pribadi atau indifidu dari masing-masing RTS.
Untuk memperoleh data yang akurat bukan soal yang mudah akan tetapi juga bukan persoalan yang sulit. Hal ini dibuktikan dengan selesainya pendataan Kemiskinan di Kecamatan Dolopo. Memang kita sadari jauh sebelum itu harus betul-betul disiapkan darimana dananya, waktunya, dan SDM pelaksananya. Dengan demikian persoalan yang dianggap tidak mungkin bisa jadi mudah dan mungkin.
Penyelesaian Kemiskinan tidak hanya berhenti pada penyiapan data akan tetapi harus ditindaklanjudi dengan kegiatan riil. Dalam hal ini perlu adanya keterpaduan dari semua pihak sesuai dengan bidangnya masing-masing. Karena dengan data yang ada dan analisa yang dilakukan akan mempermudah siapa dan kapan program percepatan pengentasan kemiskinan itu dilakukan.
Di bab terdahulu banyak dikupas bagaimana indikator kemiskinan punya peran yang sentral dalam menanggani kemiskinan. Oleh karena itu sengan mengacu pada indikator yang adapa pada data individu RTS dapat dipetakan dinas innstansi, dan satker mana yang berkopenten dalam menanggani setiap indikator.
Selain yang tersebut diatas, peran kebijakan pemerintah daerah sangat penting dalam memacu dan mempercepat proses pengentasan kemiskinan. Semisal dengan diwajibkannya setiap desa untuk menganggarkan APBDesnya untuk menangani RTLH maka secara langsung sudah mengentaskan sebagian indikator kemiskinan. Dan diharapkan masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang diambil yang lebih mengarah pada berkurangnya indikator kemiskinan. Yang pada akhirnya mengentaskan kemiskinan.
Dengan moto ”Kapan lagi kalau bukan sekarang” maka bukan tidak mungkin pengentasan kemiskinan segera terwujud dan Madiun Sejahtera 2013 bisa terlaksanan.

KONSEP PENANGANAN GIZI BURUK

KONSEP PENANGANA BGM DAN GIZI BURUK KECAMATAN DOLOPO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG

Penanggulangan gizi buruk dapat dilakukan di tingkat individu ataupun kelompok melalui penimbangan berat badan balita secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya pada kartu menuju sehat atau buku kesehatan ibu dan anak.
Upaya penanggulangan gizi buruk dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun yaitu pelaksanaan tanggap darurat atau program jangka pendek dengan kegiatan penggerakan masyarakat melalui penimbangan bulanan balita di Posyandu, tata laksana gizi buruk di rumah tangga, puskesmas dan rumah sakit, bantuan makanan pendamping air susu ibu bagi balita dari keluarga miskin.
Program jangka panjang dengan kegiatan revitalisasi posyandu, pendidikan dan pomosi gizi untuk keluarga sadar gizi (Kadarzi), penyuluhan dan pendidikan gizi tentang makanan sehat bergizi dan integrasi kegiatan lintas sektor dalam program pengentasan kemiskinan.
Dalam era Otonomi Daerah kebijakan pemerintah beralih terjadi perubahan, peran stakeholders lokal sangat berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan daerah terutama dalam pembangunan di bidang kesehatan. Sehingga perlu di carikan grand desain yang tepat yang tidak hanya melibatkan Dinas Kesehatan saja akan tetapi membutuhkan kerja sama lintas sektoral.
Peran masyarakat desa sangat strategis dan sentris, karena keberadaan penderita Gizi buruk sangat dekat dengan desa, lingkungan desa. Oleh karena itu kebijakan awal dalam penanganan penderita gizi buruk tidak lepas dengan kebijakan pemerintahan desa dalam perannya untuk mengatasi permasalahan Gizi Buruk.
BAB II
RENCANA PROGRAM, STRATEGI DAN APLIKASI

I.             RENCANA PROGRAM DAN STRATEGI PENANGANAN GIZI BURUK
Menyadari penanganan penderita gizi buruk tidak dapat dibebankan kepada Dinas Kesehatan semata akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara Dinas Kesehatan, Kecamatan, Desa dan masyarakat. Berawal dari kenyataan tersebut diatas maka perlu adanya kerjasama dan koordinasi yang baik dari semua yang terkait.
Melihat kenyataan tersebut, dan melihat potensi-potensi yang ada, Kecamatan Dolopo berupaya secara sistimatis dan berkelanjutan dalam menangani penderita gizi buruk yang diawali dengan:
1.      PENDATAAN.
a.       Pendataan BGM.
Pada kenyataannya Penderita Gizi Buruk berawal dari Balita Garis Merah (BGM) yang tidak ditangani dengan baik sehingga terlanjur jatuh pada Gizi Buruk. Oleh karena itu dibutuhkan data tersenditi yang menyangkut Balita BGM dengan harapan dapat terpantau untuk mencegah lebih banyak korban Gizi Buruk.
b.      Pendataan Gizi Buruk.
Pendataan ini sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah dan penyebab terjadinya gizi buruk. Di Kecamatan Dolopo terdapat 14 penderita Gizi Buruk. (lampiran 1)
2.      ANALISA DATA
Data yang masuk dianalisa oleh Tim Penanggulangan Kemiskinan Kecamatan Bidang Pengolahan dan Analisa Data. Di dalam analisa tersebut menyangkut BGM dan Gizi Buruk, yang selanjudnya dipetakan Penyebab terjadinya BGM dan Gizi Buruk dan cara penanggulangannya. ( lampiran II )
3.      UMPAN BALIK.
Hasil analisa yang sudah di petakan faktor penyebab dan pemicun terjadinya BGM dan gazi buruk di kirim ke desa dengan tembusan ke institusi terkait untuk selanjudnya ditangani bersama-sama.
4.      PELAPORAN DAN EVALUASI.
Untuk mengetahui perkembangan penanganan gizi buruk BGM diperlukan sistim pelaporan yang baik, rutin dan konsisten. Oeh karena itu sistim pelaporan dengan basis sistim informasi managemen yang baik sangat diperlukan.
Pelaporan ini dimulai dari tempat dimana BGM dan Gisi Buruk itu berada ( by name by adres), Desa, Kecamatan sampai ke Kabupaten. Dari pelaporan tersebut selanjudnya dianalisa untuk akhirnya sebagai bahan evaluasi kebijakan pemerintah kedepan.


SISTIM PENANGANAN TERPADU (SPT) GIZI BURUK

II.          STRATEGI PROGRAM
A.          PENDANAAN
Berdasarkan Perbub no. 34 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa/Kelurahan, dimungkinkan desa lewat perencanaan APBDes  dan secara swadaya menangani kasus gizi buruk ini. Dalam hal ini Pemerintah Daerah berperan sebagai fasilitator dan memberikan kebijakan strategis pada pola penanganannya. Dengan dimasukkanya anggaran penanganan Gizi buruk pada RAPBDes secara langsung memberikan motifasi Desa untuk secara serius menanganinya.
Dengan terbentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan Desa, penanganannya akan lebih terarah. Hal ini karena salah satu bidang penagananya adalah bidang kesehatan yang didalamnya adalah termasuk penaganan kasus gizi buruk.
B.           MELIBATKAN INSTITUSI MASYARAKAT.
Penanganan BGM dan gizi buruk tidak akan efektif tanpa melibatkan Institusi masyarakat. Institusi di desa yang sangat melekat dengan bidang kesehatan adalah PPKBD atau disebut Jogo Waluyo. Oleh karna itu Desa dibantu PPKBD beserta jajarannya yaitu sub PKBD, KKBS RT, Dasa Wisma, yang di dalamnya terdapat Kader posyandu, kader gizi dsb. yang nantinya bisa dilibatkan langsung di tingkat yang paling bawah.
PKK dengan Pokjanya diharapkan turut berperan aktif didalamnya. Antara alin mengalokasikan sebagian anggaran yang didapatnya dari desa untuk ikut menangani Gizi buruk.
Pos Kadarsi juga merupakan salah satu sarana untuk memberi kesadaran akan pentingnya gizi berimbang dan keanekaragaman nutrisi. Pos Kadarsi dibentuk disetiap desa dan menjadi sarana pembinaan ibu-ibu  dan kader desa untuk meningkatkan pengetahuannya dan kemampuannya dalam menangani penderita gizi buruk.
C.           PERAN ORGANISASI MASYARAKAT DAN INSTITUSI PEMERINTAH
1.      Organisasi Masyarakat (TKSK)
Berperan dalam menggerakkan masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan terutama anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
2.      BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
Diharapkan berperan dalam penyusunan RAPBDes sehingga ikut berjuang untuk dimasukkanya anggaran dalam penanganan Gizi buruk.
3.      Pemerintah Desa
Menggerakkan, mengkoordinasikan dengan Tim Penanggulangan kemiskinan desa khususnya bidang kesehatan dalam penanganan gizi buruk.
4.      Puskesmas
Lewat bidan desa diharapkan lebih tanggap dan sigap dalam menangani tanggap darurat terjadinya kejadian luarbiasa menyangkut gizi buruk.
5.      Pemerintah Kecamatan
Tim Penanggulangan kemiskinan kecamatan berperan dalam mengkoordinasikan semua unsur yang terkait sehingga penanganan BGM dan Gizi buruk bisa lebih efektif dan sistimatis.
6.      BKP ( Badan Ketahan Pangan )
Membantu dalam ketersedian pangan dan strategi penganekaragaman pangan.
7.      Dinas Kesehatan
Penentu kebijakan dan Grand Desain dalam program penanganan gizi buruk secara keseluruhan.
III.       APLIKASI PROGRAM
Penanganan BGM dan Gizi buruk tidak akan berhasil dengan baik apabila tidak dikelola dengan sistimatis dan konsisten. Dengan terbentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan di setiap desa diharapkan penangananya lebih terkoordinir dan terarah.
Dengan ditunjang sisistim pelaporan, monitoring dan evaluasi terprogram maka diharapkan keberadaan Gizi buruk di Kecamatan Dolopo khususnya dan di Kabupaten Madiun pada umumnya akan segera tuntas.

BAB III
KESIMPULAN

Persoalan gizi buruk merupakan bentuk kompleksitas yang terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu sesuatu yang mustahil bisa ditangani secara parsial. Menyadari hal tersebut Kecamatan Dolopo berupaya semaksimal mungkin untuk melibatkan semua sekator dan semua bidang, akan tetapi dengan mekanisme dan sistim yang jelas.
Menyadari tanpa peran penentu kebijakan yang memihak pada realita yang ada adalah merupakan kendala dalam pelaksanaanya, maka dibutukkan pranata kebijakan yang seiring sejalan sehingga pelaksana tehnis lapangan bisa berjalan dengan baik.
Sekali lagi persoalan Gizi Buruk adalah komplek, berat dan menyangkut generasi penerus bangsa. Akan tetapi program ini harus berjalan karenakapan lagi kalau tidak kita mulai dari sekarang”.

http://dolopo.madiunkab.go.id
Anda boleh menyebar luaskan atau mengcopy paste-berita, artiel, maupun tips dari "Pujapo Jaya" jika artikel, berita dan tipz-tips ini sangat bermanfaat bagi teman-teman Anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link postingan