Jumat, 30 November 2012
Rabu, 17 Oktober 2012
KONSEP PENANGANAN KEMISKINAN
JUDUL
PENANGANAN KEMISKINAN
YANG SISTIMATIS, TERPADU DAN TERUKUR MENUJU MADIUN SEJAHTERA TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Program
Pemerintah dalam menangani kemiskinan dewasa ini sangat banyak menemui kendala.
Disadari atau tidak kendala-kendala tersebut belum banyak yang ditangani dengan
baik. Hal ini menjadikan penanganan kemiskinan terhambat dan tidak sesuai
dengan harapan. Kendala dan hambatan tersebut antara lain adalah data yang
kurang update, tidak adanya keterpaduan, dan lemahnya sosialisasi kepada
masyarakat sehingga muncul persepsi bahwa kemiskinan adalah jatah.
Dalam
hal ini penulis mencoba menganalisa hambatan tersebut dari sisi data dan
kurangnya keterpaduan dalam penanganannya. Dengan kita mencoba memahami data
merupakan langkah awal yang mendasar untuk menentukan kbijakan eksekusi
sekaligus mempermudah memadukan penanganan kemiskinan lintas sektor.
Untuk
memahami lebih jauh tentang kemiskinan mau tidak mau kita harus melihat 14
indikator kemiskinan yang sudah ditekentukan pemerintah lewat BPS Pusat.
Apabila kita cermati 14 indikator tersebut bisa kita kelompokkan menjadi 4
bagian yang merupakan kebutuh pokok manusia atau kebutuhan hakiki manusia dan 1
faktor penyebab. Pengelompokan tersebut adalah:
I.
Kebutuhan Pangan
Dengan
indikator:
1.
Hanya sanggup makan dua kali sehari atau
sekali sehari
2.
Hanya mengonsumsi daging, ayam dan susu
sekali seminggu
II.
Kebutuhan Sandang
Dengan
indikator:
1.
Hanya sanggup membeli baju sekali
setahun
III.
Kebutuhan Papan ( Kebutuhan Perumahan )
Dengan
indikator:
1.
Luas lantai bangunan kurang dari 8 m
persegi per orang
2.
Lantai rumah dari tanah, bambu, kayu
murahan.
3.
Keluarga tidak mempunyai akses air minu
dari air kemasan/ledeng/pompa/sumur
4.
Keluarga tidak mempunyai jamban sendiri
untuk buang air besar
5.
Keluarga tidak menggunakan kompor
Gas/Listrik untuk memasak sehari-hari
6.
Keluarga tidak menggunakan Listrik untuk
penerangan keluarga
IV. Kebutuhan
Kesehatan dan Penghasilan
Dengan
indikator:
1.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan
di Puskesmas
2.
Tidak punya tabungan atau barang dengan
nilai jual dibawah Rp500 ribu seperti ternak, motor dan lain-lain
Sumber penghasilan kepala rumah tangga petani dengan luas lahan 0,5 hektar,
buruh tani, nelayan, buruh
bangunan dan lain-lain dengan penghasilan kurang dari Rp600 ribu per bulan.
V.
Faktor Penyebab
1.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga
tidak sekolah, tidak tamat SD atau hanya SD
Denngan
melihat fakto-faktor penyebab kemiskinan tersebut kita akan segera sadar
darimana kita tahu bahwa indikator tersebut ada dalam masyarakat kita,
satu-satunya jawaban adalah data.
BAB II
PERMASALAHAN
Seperti
kita ketahui bersama data merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk
langkah awal dalam menangani kemiskinan. Permasalahanya adalah data yang saat
ini ada adalah data BPS yang masih dalam bentuk global. Padahal seperti yang
kita ketahui bahwa penanganan kemiskinan akan sulit dievaluasi bahkan dilakukan
dengan data yang masih kasar. Oleh karena itu dibutuhkan data konggkrit dan
lengkap terkait dengan indikator kemiskinan.
Persoalan
yang muncul sekarang adalah siapa lembaga lain yang melakukan validasi data dan
update data yang mempunyai legalitas yang bisa diakui.
Di
kecamatan Dolopo mencoba menyelesaikan blunder yang saat ini menjadi persoalan
umum. Dengan pemikiran sebagai berikut:
1. Obyek
kemiskinan adalah di desa oleh karena itu desa harus terlibat langsung dalam
menentukan dan mengindikasi kemiskinan dan koordinasi penanganannya.
2. Dibentuk
tim penanggulangan kemiskinan tingkat desa yang merupan tindak lanjud dari
dibentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan Kecamatan dan Kabupaten.
3. Dalam
Tim Penanggulangan kemiskinan desa di bentuk bidang Data yang menanggani dan
menyiapkan kebutuhan data. Yang tugas awalnya adalah membentuk pokjanal
pendataan kemiskinan desa dengan SK Kepala Desa agar legalisasi data lebih kuat.
4. Ditunjuk
petugas pengelola data desa baik dari unsur perangkat yang mampu atau karyawan
desa lewat surat tugas kepala Desa yang mempunyai tugas antara lain menganalisa
dan menjadi penghubung data desa dengan tingkat yang lebih tinggi misalya
kecamatan.
SRTUKTUR
TIM PENANGGULANGAN KEMISKINAN TINGKAT DESA
BAB III
PEMBAHASAN
Sistim
penanganan kemiskinan yang sudah dikonsep tersebut tidak akan menuai hasil
apabila tidak adanya peran semua pihak dalam menanganinya. Peran tersebut juga
tidak efektif apabila Desa dan Kecamatan tidak menyediakan data Falit dan
kongkrit berikut analisa kebutuhannya. Oleh karena ini penting kiranya
mempersiapkan sumberdaya manusia yang ada di desa untuk mampu menganalisa data
dan memformulasikan dalam bentuk kebutuhan sehingga akan mampu menjabarkan apa
yang mendesak untuk ditangani di desa tersebut untuk menangani kemskinan.
Untuk
menjawab persoalan tersebut kecamatan Dolopo melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Sejak tahun 2009 desa dihimbau untuk
menganggarkan pos pendataan Demografi dan kemiskinan baik dari ADD maupun PADes.
2.
untuk mempersiapkan SDM desa maka Desa
diwajibkan menunjuk Petugas Pengelola Data Desa dengan Surat Tugas dari Kepala
Desa yang anggarannya diambilkan dari APBDes.
3.
Mewajibkan Petugas Pengelola data Desa
untuk dilatih di kecamatan tiap satu minggu sekali agar petugas mampu menjadi
tenaga operator desa baik dalam menangani data kependudukan dan kemiskinan
maupun administrasi desa yang handal.
4.
Melaporkan hasil data dan update data
kemiskinan ke kecamatan tiap tiga bulan sekali untuk mengetahui perkembangan
data.
Dari
kegiatan tesebut diatas tahun 2010 kecamatan Dolopo mampu menyiapakan data
hasil update dan validasi data kemiskinan di 12 Desa.
Untuk
mengetahui manfaat dan kegunaan dari hasil validasi data maka dibawah ini
disajikan bentuk analisa data dari salah satu desa yaitu desa Lembah.
A.
Perkembangan kemiskinan Desa Lembah
Bentuk form dasar pendataan yang
sudah dalam bentuk by name, by adres, by pictur. ( lebih lengkap dapat dilihat
dalam CD analisa terlampir)
GRAFIK PERKEMBANGAN RTS MULAI DARI
TAHUN 2008 DATA STATISTIK SAMPAI DENGAN DATA HASIL UPDATE MEI 2010 DESA LEMBAH
Dari grafik tersebut dapat dketahui
bahwa kemiskinan desa lembah ada kecenderuang menurun malapun penurunannya
masih disebabkan karena factor meninggal dan pergi. ( lebih lengkap dapat
dilihat dalam CD analisa terlampir)
GRAFIK TAHAPAN MISKIN HASIL UPDATE
DATA MEI 2010 DESA LEMBAH
Analisa
perkembangannya dapat dilihat dalam grafik dibawah ini
GRAFIK
PERKEMBANGAN TAHAPPAN MISKIN DATA STATISTIK
DAN DATA HASIL UPDATE DATA MEI 2010
Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa kwalitas kemiskinan menjadi meningkat yaitu:
ü
RTSM yang dulunya = 26 orang sekarang
turun tingggal 2 orang
ü
Seiring menurunnya RTSM maka terlihat
RTM nya meningkat menjadi 130 orang
ü
Sedang yang hampir miskin turun
kwalitasnya menjadi tinggal 18 orang, dengan demikian bisa dijelaskan bahwa
yang dulu hampir miskin sekarang jatuh ke miskin sebanyak 36 orang
ü
Sedang yang meninggal dan pergi sebanyak
10 Orang.
TABEL INDIKATOR
KEMISKINAN DESA LEMBAH
DESA
|
INDIKATOR
KEMISKINAN
|
||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
||
LEMBAH
|
67
|
83
|
59
|
150
|
140
|
144
|
97
|
59
|
4
|
147
|
3
|
122
|
63
|
1
|
|
Dari data
tersebut dapat diketahui dan dianalisa sebagai berikut:
Indikator 1.
Dari 150
RTS di desa Lembah masih terdapat masyarakat miskin yang bagian terluas dari
lantainya masih kurang dari 8 m2, yaitu sejumlah 67 orang, itu artinya mreka masih menghuni rumah yang
belum layak secara luassan. Solusi yang disrankan adalah untuk membantu mereka
apabila masih mempunyai pekarangan atau tanah untuk bisa memperluas
bangunannya. Dapat juga mereka jatuh ke indikator ini karena jumlah anggota
keluarganya banyak sehingga secara umum rumah menjadi sesak dan tidak
layak huni.
Indikator 2.
Dari 150
orang RTS yang lantai rumahnya masih dari tanah
kayu kwalitas rendah. Sebanyak 83
orang. Sehingga mereka secara umum masih kategori rumah tidak layak huni,
meskipun kadarnya berbeda-bada. Untuk solusi pemecahannya adalah dengan
sentuhan plesterisasi atau bantuan rehap rumah tidak layak huni
Indikator 3.
Dari 150
RTS masih terdapat 53 orang yang dari sisi rumahnya terutama dinnding masih
dari tanah dan kayu kwalitas rendah.
Tiga indikator diatas didapati pada sebagian besar masyarakat yang kondisinya
sangat miskin dan miskin
Indikator 4.
Adalah
indikator yang mengidentifikasi bahwa RTS belum mampu makan daging, ayam, susu
semingggu sekali. Dari 150 orang RTS tedapat 150 yang tidak lolos indikator
ini.
Indikator 5
Dari
indikator sandang yaitu kemampuan membeli pakaian sekali dalam setahun, dari
150 orang RTS terdapat 140 orang yang jatuh dengan indikator tersebut.
Indikator 6
Adalah
sumber penghasilan kepala rumah tangga kurang dari Rp 600.000,- dari 150 orang
RTS hanya terdapat 6 orang yang lolos indikator ini, sebagian besar yaiti 144
orang masih berpenghasilan rendah.
Indikator 7.
Adalah
kepemilikan aset atau tabungan atau barang yang mudah dijual senilai Rp.
500.000,-. Dengan indikator ini terdapat 53 orang yang lolos, hal ini berarti
RTS tersebut mempunyai aset diatas Rp. 500.000,-.
Indikator 8.
Adalah
kemampuan mayar biaya biaya kesehatan di puskesmas apabila terdapat anggota
keluarga yang sakit. Dari 150 orang RTS terdapat 59 orang yang tidak lolos. Ini
juga berarti bahwa jamkesmas dan jamkesda masih belum menyentuh seluruh
masyarakat miskin.
Indikator 9.
Adalah
keluarga hasa mampu makan 2 kali sehari. Disini terlihat masih terdapat 4
orang miskin yang belum mampu. Hal ini terjadi RTS tersebut tidak memperoleh
bantuan raskin.
Indikator 10
Adalah
indikator yang menyangkut pendidikan Kepala Rumah Tangga. Disini terlihat
sebagian besar keluarga masih belum mampu memenuhinya yaitu sebanyak 147 orang
dari 150 orang RTS. Hal ini perlu perhatian dinas pendidikan untuk lebih
mengintensifkat program kejar paket.
Indikator 11
Keluarga
tidak memiliki akses air minum. Terdapat 3 orang yang masih kesulitan air
bersih untuk memenuhi kebutuhan nya sehari-hari.
Indikator 12
Indikator
yang menyangkut jamban keluarga. Terdapat
122 orang yang masih belum mampu memenuhi kebutuhan ini. Solusinya program
jambanisasi akan sangat tepat untuk mengatasi persoalan ini.
Indikator 13.
Pemanfaatan
kompor gas dalam kegiatan memasak sehari-hari. Masih terdapat 63 orang yang
belum mampu memenuhi kebutuhan ini. Hal ini bisa diakibatkan pembagian kompor
gas atau LPG yang belum merata atau sudah memperoleh akan tetapi tidak dipakai
karena alasan tidak mampu membeli gasnya.
Indikator 14.
Keluarga
belum mampu menggunakan penerangan listrik. Hanya terdapat 1 orang yang jatuh
dengan indikaor ini.
Untuk
mengetahui siapa saja yang jatuh dalam indikator – indikator tersebut dapat
dilihat pada soft copy pada folder form Total Desa pada faile form Total Desa
terlampir.
GRAFIK KEPALA
RUMAH TANGGA BERSARKAN JENIS KELAMIN
Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa kepala rumah tangga miskin masih didominasi kaum
perempunan.
Tentunya
pemberdayaan perempuat akan lebih mengena terhadap program pengentasan
kemiskinan didesa lembah.
GRAFIK RTS DESA
LEMBAH BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa umur kepala rumah tangga RTS desa Lembah
masih didominasi orang – orang tua. Tentunya program yang cocok adalah program
yang langsung menyentuh mereka seperti BLT, Raskin dan sebagainya. Walaupun
demkian ada sekitar 23 orang dari 160 orang RTS yang masih usia produktif. Yang
tentunya Program pemberdayaan yang sangat dibutuhkan.
GRAFIK TINGKAT
PENDIDIKAN RTS DESA LEMBAH TAHUN 2010
Dari grafik tersebut dapat diketahui faktor penyebab kemiskinan antara lain
rendahnya tinggkat pendidikan Kepala Rumah Tangga. Oleh karena itu pendekatan
kejar paket A, B, C adalah sangat diperlukan yang tentunya leading sektor dalam
hal ini adalah Dinas Pendikan.
GRAFIK HUBUNGAN
DENGANKEPALA RUMAH TANGGA
Dari
grafik tersebut diatas bisa di simpulkan terdapat 112 orang yang mempunyai
hubungan anak denga Kepala Rumah tangga. Ini juga berarti masih terdapat Kepala
Rumah tangga yang hidup sendiri.
GRAFIK TINGKAT
PENDIDIKAN KEPALA RUMAH TANGGA DAN ANGGOTA KELUARGANYA.
Dari grafik tersebut bisa diketaui
dari 150 orang Kepala Rumah Tangga terdapat 205 orang yang tidak tamat SD.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sebagian besar anggota keluarga dari RTS
berpendidikan rendah.
GRAFIK JUMLAH
ANGGOTA KELUARGA DALAM SATU RUMAH
Dari grafik
tersebut dapat diketahui sebagian besar RTS bersatus sendiri atau janda /duda.
Akan tetapi masih juga terdapat 19 Rumah Tangga yang didalam rumahnya dihuni
lima orang. Hal ini dapat dikaitkan dengan indikator luas lantai per orang
minimal 8 m2. ( lebih
lengkap dapat dilihat dalam CD analisa terlampir)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN TINDAK
Kemiskinan tidak statis akan tetapi dinamis, oleh karena itu falidasi dan
updating data merupakan syarat mutlak agar penanganan kemiskinan tidak berhenti
dan salah sasaran. Dengan data yang akurat dan formula data yang terus menerus
bisa diupdate maka kemiskinan bisa dipantau tidak saja pada skala analisa data
akan tetapi sampai dengan data pribadi atau indifidu dari masing-masing RTS.
Untuk memperoleh data yang akurat bukan soal yang mudah akan tetapi juga
bukan persoalan yang sulit. Hal ini dibuktikan dengan selesainya pendataan
Kemiskinan di Kecamatan Dolopo. Memang kita sadari jauh sebelum itu harus
betul-betul disiapkan darimana dananya, waktunya, dan SDM pelaksananya. Dengan
demikian persoalan yang dianggap tidak mungkin bisa jadi mudah dan mungkin.
Penyelesaian Kemiskinan tidak hanya berhenti pada penyiapan data akan
tetapi harus ditindaklanjudi dengan kegiatan riil. Dalam hal ini perlu adanya
keterpaduan dari semua pihak sesuai dengan bidangnya masing-masing. Karena
dengan data yang ada dan analisa yang dilakukan akan mempermudah siapa dan
kapan program percepatan pengentasan kemiskinan itu dilakukan.
Di bab terdahulu banyak dikupas bagaimana indikator kemiskinan punya peran
yang sentral dalam menanggani kemiskinan. Oleh karena itu sengan mengacu pada
indikator yang adapa pada data individu RTS dapat dipetakan dinas innstansi,
dan satker mana yang berkopenten dalam menanggani setiap indikator.
Selain yang tersebut diatas, peran kebijakan pemerintah daerah sangat
penting dalam memacu dan mempercepat proses pengentasan kemiskinan. Semisal
dengan diwajibkannya setiap desa untuk menganggarkan APBDesnya untuk menangani
RTLH maka secara langsung sudah mengentaskan sebagian indikator kemiskinan. Dan
diharapkan masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang diambil yang lebih
mengarah pada berkurangnya indikator kemiskinan. Yang pada akhirnya
mengentaskan kemiskinan.
Dengan moto ”Kapan lagi kalau bukan sekarang” maka bukan tidak mungkin
pengentasan kemiskinan segera terwujud dan Madiun Sejahtera 2013 bisa
terlaksanan.
KONSEP PENANGANAN GIZI BURUK
KONSEP PENANGANA BGM
DAN GIZI BURUK KECAMATAN DOLOPO
KABUPATEN MADIUN
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Penanggulangan gizi buruk dapat dilakukan
di tingkat individu ataupun kelompok melalui penimbangan berat badan balita
secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya pada kartu menuju sehat atau buku
kesehatan ibu dan anak.
Upaya penanggulangan gizi buruk dilakukan
Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun yaitu pelaksanaan tanggap darurat atau program
jangka pendek dengan kegiatan penggerakan masyarakat melalui penimbangan
bulanan balita di Posyandu, tata laksana gizi buruk di rumah tangga, puskesmas
dan rumah sakit, bantuan makanan pendamping air susu ibu bagi balita dari
keluarga miskin.
Program jangka panjang dengan kegiatan
revitalisasi posyandu, pendidikan dan pomosi gizi untuk keluarga sadar gizi (Kadarzi),
penyuluhan dan pendidikan gizi tentang makanan sehat bergizi dan integrasi
kegiatan lintas sektor dalam program pengentasan kemiskinan.
Dalam era Otonomi Daerah kebijakan
pemerintah beralih terjadi perubahan, peran stakeholders lokal sangat
berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan daerah terutama dalam pembangunan di
bidang kesehatan. Sehingga perlu di carikan grand desain yang tepat yang tidak
hanya melibatkan Dinas Kesehatan saja akan tetapi membutuhkan kerja sama lintas
sektoral.
Peran masyarakat desa sangat strategis dan sentris, karena keberadaan
penderita Gizi buruk sangat dekat dengan desa, lingkungan desa. Oleh karena itu
kebijakan awal dalam penanganan penderita gizi buruk tidak lepas dengan
kebijakan pemerintahan desa dalam perannya untuk mengatasi permasalahan Gizi
Buruk.
BAB II
RENCANA PROGRAM, STRATEGI
DAN APLIKASI
I.
RENCANA PROGRAM DAN STRATEGI PENANGANAN
GIZI BURUK
Menyadari penanganan penderita gizi buruk
tidak dapat dibebankan kepada Dinas Kesehatan semata akan tetapi merupakan
tanggung jawab bersama antara Dinas Kesehatan, Kecamatan, Desa dan masyarakat.
Berawal dari kenyataan tersebut diatas maka perlu adanya kerjasama dan
koordinasi yang baik dari semua yang terkait.
Melihat kenyataan tersebut, dan melihat
potensi-potensi yang ada, Kecamatan Dolopo berupaya secara sistimatis dan
berkelanjutan dalam menangani penderita gizi buruk yang diawali dengan:
1. PENDATAAN.
a.
Pendataan
BGM.
Pada kenyataannya Penderita Gizi Buruk
berawal dari Balita Garis Merah (BGM) yang tidak ditangani dengan baik sehingga
terlanjur jatuh pada Gizi Buruk. Oleh karena itu dibutuhkan data tersenditi
yang menyangkut Balita BGM dengan harapan dapat terpantau untuk mencegah lebih
banyak korban Gizi Buruk.
b.
Pendataan
Gizi Buruk.
Pendataan ini sangat diperlukan untuk
mengetahui jumlah dan penyebab terjadinya gizi buruk. Di Kecamatan Dolopo
terdapat 14 penderita Gizi Buruk. (lampiran 1)
2.
ANALISA
DATA
Data yang masuk dianalisa oleh Tim
Penanggulangan Kemiskinan Kecamatan Bidang Pengolahan dan Analisa Data. Di
dalam analisa tersebut menyangkut BGM dan Gizi Buruk, yang selanjudnya dipetakan
Penyebab terjadinya BGM dan Gizi Buruk dan cara penanggulangannya. ( lampiran
II )
3. UMPAN BALIK.
Hasil analisa yang sudah di petakan faktor
penyebab dan pemicun terjadinya BGM dan gazi buruk di kirim ke desa dengan
tembusan ke institusi terkait untuk selanjudnya ditangani bersama-sama.
4. PELAPORAN DAN EVALUASI.
Untuk mengetahui perkembangan penanganan
gizi buruk BGM diperlukan sistim pelaporan yang baik, rutin dan konsisten. Oeh karena itu sistim pelaporan dengan
basis sistim informasi managemen yang baik sangat diperlukan.
Pelaporan ini dimulai dari tempat dimana
BGM dan Gisi Buruk itu berada ( by name by adres), Desa, Kecamatan sampai ke
Kabupaten. Dari pelaporan tersebut selanjudnya dianalisa untuk akhirnya sebagai
bahan evaluasi kebijakan pemerintah kedepan.
II.
STRATEGI PROGRAM
A.
PENDANAAN
Berdasarkan Perbub no. 34 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa/Kelurahan, dimungkinkan desa lewat perencanaan APBDes
dan secara swadaya menangani kasus gizi
buruk ini. Dalam hal ini Pemerintah Daerah berperan sebagai fasilitator dan
memberikan kebijakan strategis pada pola penanganannya. Dengan dimasukkanya
anggaran penanganan Gizi buruk pada RAPBDes secara langsung memberikan motifasi
Desa untuk secara serius menanganinya.
Dengan terbentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan
Desa, penanganannya akan lebih terarah. Hal ini karena salah satu bidang
penagananya adalah bidang kesehatan yang didalamnya adalah termasuk penaganan
kasus gizi buruk.
B.
MELIBATKAN
INSTITUSI MASYARAKAT.
Penanganan BGM dan gizi buruk tidak akan efektif
tanpa melibatkan Institusi masyarakat. Institusi di desa yang sangat melekat
dengan bidang kesehatan adalah PPKBD atau disebut Jogo Waluyo. Oleh karna itu
Desa dibantu PPKBD beserta jajarannya yaitu sub PKBD, KKBS RT, Dasa Wisma, yang
di dalamnya terdapat Kader posyandu, kader gizi dsb. yang nantinya bisa
dilibatkan langsung di tingkat yang paling bawah.
PKK dengan Pokjanya diharapkan turut berperan
aktif didalamnya. Antara alin mengalokasikan sebagian anggaran yang didapatnya
dari desa untuk ikut menangani Gizi buruk.
Pos Kadarsi juga merupakan salah satu sarana untuk
memberi kesadaran akan pentingnya gizi berimbang dan keanekaragaman nutrisi.
Pos Kadarsi dibentuk disetiap desa dan menjadi sarana pembinaan ibu-ibu dan kader desa untuk meningkatkan
pengetahuannya dan kemampuannya dalam menangani penderita gizi buruk.
C.
PERAN
ORGANISASI MASYARAKAT DAN INSTITUSI PEMERINTAH
1.
Organisasi
Masyarakat (TKSK)
Berperan dalam menggerakkan masyarakat untuk lebih
peduli terhadap kesehatan terutama anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
2.
BPD
(Badan Permusyawaratan Desa)
Diharapkan berperan dalam penyusunan RAPBDes
sehingga ikut berjuang untuk dimasukkanya anggaran dalam penanganan Gizi buruk.
3.
Pemerintah
Desa
Menggerakkan, mengkoordinasikan dengan Tim
Penanggulangan kemiskinan desa khususnya bidang kesehatan dalam penanganan gizi
buruk.
4.
Puskesmas
Lewat bidan desa diharapkan lebih tanggap dan
sigap dalam menangani tanggap darurat terjadinya kejadian luarbiasa menyangkut
gizi buruk.
5.
Pemerintah
Kecamatan
Tim Penanggulangan kemiskinan kecamatan berperan
dalam mengkoordinasikan semua unsur yang terkait sehingga penanganan BGM dan
Gizi buruk bisa lebih efektif dan sistimatis.
6.
BKP (
Badan Ketahan Pangan )
Membantu dalam ketersedian pangan dan strategi
penganekaragaman pangan.
7.
Dinas
Kesehatan
Penentu kebijakan dan Grand Desain dalam program
penanganan gizi buruk secara keseluruhan.
III.
APLIKASI PROGRAM
Penanganan BGM dan Gizi buruk tidak akan
berhasil dengan baik apabila tidak dikelola dengan sistimatis dan konsisten.
Dengan terbentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan di setiap desa diharapkan penangananya
lebih terkoordinir dan terarah.
Dengan ditunjang sisistim pelaporan,
monitoring dan evaluasi terprogram maka diharapkan keberadaan Gizi buruk di
Kecamatan Dolopo khususnya dan di Kabupaten Madiun pada umumnya akan segera
tuntas.
BAB III
KESIMPULAN
Persoalan gizi buruk merupakan bentuk kompleksitas yang terjadi
dimasyarakat. Oleh karena itu sesuatu yang mustahil bisa ditangani secara
parsial. Menyadari hal tersebut Kecamatan Dolopo berupaya semaksimal mungkin
untuk melibatkan semua sekator dan semua bidang, akan tetapi dengan mekanisme
dan sistim yang jelas.
Menyadari tanpa peran penentu kebijakan yang memihak pada realita yang ada
adalah merupakan kendala dalam pelaksanaanya, maka dibutukkan pranata kebijakan
yang seiring sejalan sehingga pelaksana tehnis lapangan bisa berjalan dengan
baik.
Sekali lagi persoalan Gizi Buruk adalah komplek, berat dan menyangkut
generasi penerus bangsa. Akan tetapi program ini harus berjalan karena ”kapan
lagi kalau tidak kita mulai dari sekarang”.
http://dolopo.madiunkab.go.id
Label:
kemiskinan
Langganan:
Postingan
(
Atom
)